Bening Aban: Gendongan Bayi Pelindung dari Roh Jahat

Bening aban adalah alat gendongan bayi yang digunakan oleh masyarakat suku Dayak, Kalimantan yang memiliki ornamen yang dipercaya untuk melindungi bayi dari roh jahat. Alat ini digunakan oleh bayi yang berusia 6 bulan hingga sekitar 1,5 tahun. Bening aban cukup membantu orang tua bayi karena selain untuk menggendong bayi, para orang tua juga tetap bisa bekerja karena posisi bayi berada di punggung badan orang tuanya, hal ini didukung oleh tali anyaman bening aban cukup kuat untuk menggendong bayi. Tidak hanya di posisi belakang, alat ini juga dapat digunakan di depan saat ibu menyusui bayinya. Alat ini cukup nyaman digunakan karena rangka kayu bening aban dapat menyangga tubuh bayi dan bayi dapat duduk di tempat duduk berbentuk bulan sabit yang telah disediakan oleh orang tuanya.

Bening Aban Melindungi Jiwa Bayi

Anak bagi masyarakat suku Dayak sangatlah berharga sehingga bayi yang baru lahir begitu dilindungi dari marabahaya. Mereka percaya bahwa jiwa bayi belum melekat dengan tubuhnya sehingga bening aban diciptakan sebagai salah satu alat untuk melindungi tubuh dan jiwa bayi serta terhindar dari roh-roh jahat.

Bening aban dipercaya mampu membangun hubungan antara tubuh bayi dan jiwanya. Saat bayi mulai bertumbuh besar dan tidak lagi menggunakan bening aban maka bening aban akan disimpan oleh orang tuanya. Bening aban tidak akan ditukar dengan orang lain dan juga tidak akan dijual karena masyarakat Dayak percaya bahwa sebagian jiwa bayi tetap berada di dalam bening aban. Alat ini dapat bertahan hingga puluhan tahun karena rangka bening aban cukup kokoh sehingga bayi yang baru lahir (saudara bayi yang sudah tumbuh besar) dari keluarga tersebut dapat menggunakan bening aban kembali.

Wikipedia – Riyani M

Motif Bening Aban Tergantung Strata Sosial

Pembuatan bening aban biasanya dilakukan oleh ibunya dalam waktu sekitar tiga bulan pengerjaan. Motif ornamen bening aban tergantung dengan strata sosial keluarga bayi tersebut. Misalnya bayi yang lahir dari latar belakang keluarga bangsawan maka akan menggunakan bening aban yang dihias dengan ornamen figur tubuh manusia mulai dari kepala, tangan, dan kaki. Selain itu ornamen harimau juga menjadi bagian dari bening aban kalangan strata sosial yang tinggi. Jika berada di strata bangsawan yang lebih rendah maka bening aban akan dihias hanya dengan kepala manusia. Selain motif manusia dan hewan, masyarakat Dayak juga kerap menggunakan pola figur dari dunia roh yang mereka percayai untuk melindungi bayi dari kejahatan.

 

Referensi:

Mu’minah, Afifah., Nugraha, Adhi. (2020). Values of Traditional Baby Carrier in Indonesia. AESCIART: International Conference on Aesthetics and the Sciences of Art.

Darmayasa, Jero Budi dkk. (2023). Mathematical Concepts in Bening and Woven of Dayak Kenyah Community. Journal of Honai Math, 6(1), 59-70.

Mondes, Detours des. (2024). Bébés du Kalimantan. Diakses pada 15 Januari, dari  https://detoursdesmondes.typepad.com/dtours_des_mondes/asie-du-sud-est/ 

Whittier, Herbert L., Whittier Patricia R. (1988). Baby Carriers A Link Between Social and Spiritual Values Among the Kenyah Dayak of Borneo. Expedition, 30(1), 51-58.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *