Daftar isi
Proses Peningkatan Kesadaran yang Lebih Utuh
Lagi-lagi, pembahasan slow living kini sedang naik daun lagi di berita. Baru-baru ini media Kompas menerbitkan berita Bukan Jogja atau Solo, Ini 5 Kota Terbaik di Indonesia untuk “Slow Living” atau Gaya Hidup Santai. Di artikel tersebut terdapat beberapa rekomendasi kota atau kabupaten yang cocok ditinggali saat oleh masyarakat yang sedang ingin merasakan keseharian slow living.
Alih-alih memilih hidup santai, tidak berambisi mengejar target pekerjaan, menyediakan waktu untuk diri sendiri dan menjadi pribadi yang mindfulness, sebenarnya bagaimana sih hidup slow living tersebut? Hidup slow living bukan berarti hidup santai dan bermalas-malasan atau menunda pekerjaan sehari-hari apalagi jika memutuskan hidup untuk serba melamban terutama hidup di zaman yang serba cepat ini. Berbicara tentang kecepatan, slow living lebih mengarahkan kepada seseorang bahwa untuk mengejar tujuan hidup tetap perlu diupayakan dengan kesadaran yang utuh dan dengan tersistem namun tanpa tergesa-gesa. Cara hidup ini juga mengajak kita untuk tidak berlomba-lomba dalam mencapai segala sesuatu (sesuai standar masyarakat) namun lebih fokus kepada kebutuhan diri sendiri. Segala sesuatu dalam hidup berada dalam kendali kita dengan kesadaran yang berasal dari dorongan diri kita untuk menjalani setiap tindakan sehari-hari. Dengan begitu, yang menjadi prioritas adalah kualitas hidup dibanding dengan kuantitas.
Incaran Tempat Tinggal Slow Living
Kenapa media selalu merekomendasikan pedesaan sebagai rekomendasi tempat tinggal untuk menjalani slow living?
Jika banyak masyarakat berlomba-lomba pindah ke desa dan masih banyak masyarakat lainnya yang sedang merencanakan untuk pindah ke kota atau kabupaten yang direkomendasikan sebagai lokasi slow living, bukan berarti kita perlu fear of missing out (FOMO) atau takut merasa ketinggalan atau bahkan ikut-ikutan tanpa mempertimbangkan hal-hal lainnya. Kota atau kabupaten yang selalu disiarkan oleh media sebagai tempat tinggal yang nyaman untuk menikmati slow living seperti Magelang, Purworejo, Salatiga, Wonosobo, Tasikmalaya, dan Temanggung memang menarik untuk dijadikan opsi terutama karena daerah tersebut masih didominasi oleh daerah pedesaan. Akan tetapi kembali lagi bahwa slow living membutuhkan kesadaran yang utuh dan fokus pada peningkatan kualitas untuk mengendalikan diri dalam melakukan berbagai tindakan sehari-hari.
Banyak hal yang perlu disadari sebelum memilih tempat tinggal untuk menjalani keseharian slow living, mulai dari memastikan pemasukan apakah mencukupi jika pindah atau bermukim di tempat lain lalu apakah kamu tipe yang cocok hidup di pedesaan serta mempertimbangkan kebutuhan keluarga lainnya. Kebutuhan akses fasilitas umum seperti rumah sakit, transportasi, sekolah, dan pasar juga menjadi hal-hal yang patut dipertimbangkan. Hindari proses pengambilan keputusan yang tergesa-gesa dalam menentukan tempat tinggal untuk menjalani slow living.
Tetap Bisa Slow Living Walaupun Tinggal di Kota
Meskipun kota memiliki ritme yang cepat, tetapi bagi kamu yang masih memprioritaskan kesadaran untuk mencapai kedamaian, slow living di kota masih bisa diupayakan. Slow living di kota tetap bisa berfokus pada kesederhanaan dan menikmati keseharian dengan sadar serta memaknai setiap laku hidup. Di tengah hiruk-pikuk kota kamu masih bisa menciptakan suasana slow living yang lebih bermakna serta menghadirkan ruang hidup yang nyaman dengan mengubah sudut rumah menjadi area yang menenangkan serta didukung dengan pencahayaan yang hangat, tanaman hijau, dan dekorasi yang sederhana. Produk-produk Uwitan juga bisa menjadi pilihan kamu untuk mendukung kehidupan slow living walaupun tinggal di kota yang ramai dan pergerakannya serba cepat.
“Slow living di daerah pedesaan maupun di kota merupakan dua pilihan yang bisa kamu tentukan sesuai dengan kebutuhan hidup. Tentukan tujuannya dan capai kualitas hidup yang lebih tenang dengan kesadaran yang utuh.”