Nyirib: Tradisi Sunda Menyambut Ramadan yang Tidak Lagi Lestari

Nyirib adalah tradisi masyarakat Sunda yang dilakukan secara bergotong royong untuk menangkap ikan saat menjelang puasa tiba. Tradisi ini biasanya dilakukan oleh banyak masyarakat terutama masyarakat yang tinggal di dekat aliran sungai. Nyirib atau yang juga akrab dikenal dengan marak laut diadakan saat sejak pagi buta dan dimulai dengan ritual doa. Sayangnya tradisi yang menjadi momen untuk bertukar kabar ini hanya berlangsung hingga tahun 1970-an.

Kearifan Lokal yang Bijak Merawat Lingkungan

Proses menangkap ikan yang dilakukan oleh orang tua dahulu dilakukan dengan bijak terutama untuk merawat dan memelihara lingkungan sungai. Tradisi ini dilakukan guna agar ekosistem tidak rusak. Peralatan tradisional yang digunakan cenderung ramah lingkungan dan mudah didapatkan. Jika tidak alat khusus biasanya masyarakat akan menggunakan peralatan rumah tangga seperti wadah anyaman bambu (ayakan) atau saringan santan. Adapun alat khusus untuk menangkap ikan yaitu bubu dan sirib. Bubu adalah alat yang berbentuk pipa dengan dua lubang besar dan kecil pada bagian ujungnya. Alat ini terbuat dari bilah bambu yang dianyam sedangkan sirib adalah alat jaring yang diberi rangka kayu atau bambu. Bentuknya menyerupai persegi panjang yang diberi satu tongkat pada bagian tengahnya sebagai alat pengangkat. Penggunaan sirib ini yang membuat beberapa wilayah di Jawa Barat menyebut tradisi ini dengan sebutan ‘nyirib’. 

Tidak hanya sebatas menangkap ikan dengan alat yang ramah lingkungan, tradisi ini bertujuan untuk keselarasan dan keseimbangan alam. Doa-doa dipanjatkan saat tradisi ini berlangsung. Ada dua model doa yang dipresentasikan dalam upacara nyirib ini yaitu doa berjamaah atau doa yang dipimpin oleh individu, biasanya dipimpin oleh pemangku adat atau pemimpin doa. Doa yang digunakan adalah dengan membaca al-fatihah, Al-Ikhlas, An-Nas, dan Al-Falaq. Masyarakat akan berdoa sebelum berjalan beriringan menuju tempat lokasi nyirib.

Situasi Alam Hari Ini Menggeser Nilai-Nilai Tradisi Nyirib

Seiring berkembangnya zaman dan perubahan lingkungan, tradisi nyirib beserta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya juga semakin tidak dikenal lagi oleh masyarakat hari ini. Sungai mulai tercemar akibat banyaknya perumahan warga dan industri pabrik semakin memenuhi wilayah Jawa Barat. Masyarakat modern hari ini juga kerap membeli ikan langsung di supermarket atau pasar tanpa harus meluangkan waktu untuk mengambil ikan di sungai. Faktor-faktor inilah yang menggeser keberadaan tradisi nyirib sehingga nilai-nilai solidaritas antar masyarakat dan kesadaran untuk merawat lingkungan tidak lagi seperti saat masih adanya tradisi nyirib.

 

Referensi:

Tismara, Hernandi. (2024). Upacara Marak Laut di Sungai Cikubang, Kampung Parakansalam, Desa Nyalindung, Kecamatan Cipatat. Jurnal Budaya Etnika 8(1), 3-20.

Jo, Hendi. (2016). Nyirib, Tradisi Urang Sunda yang Mulai Punah. Diakses pada 21 Februari 2025, dari 

https://historia.id/kultur/articles/nyirib-tradisi-urang-sunda-yang-mulai-punah-P3edX/page/1 

Jo, Hendi. (2023). Mengenal Nyirib Tradisi Orang Sunda Jelang Puasa: Gotong Royong yang Bahagia. Diakses pada 21 Februari 2025, dari 

https://www.merdeka.com/histori/mengenal-nyirib-tradisi-orang-sunda-jelang-puasa-gotong-royong-yang-bahagia.html

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *