Hombung: Brankas Tradisional Masyarakat Batak

Hombung: Pengertian dan Fungsi

Hari ini masyarakat modern sudah menyimpan harta pribadinya di bank atau lembaga-lembaga penyimpanan lainnya. Harta dalam bentuk uang atau emas akan disimpan di tempat lain selain di rumah. Jika disimpan di rumah, mungkin akan disimpan di dalam brankas yang sudah aman dan tidak bebas untuk diakses orang lain selain si pemilik. Akan tetapi pernahkah kamu membayangkan seseorang tidur bersama brankas berisi harta pribadinya atau harta keluarganya? Jika hari ini brankas telah memiliki kunci bahkan password, dahulu masyarakat Batak tidur bersama brankasnya. Brankas ini sekaligus berfungsi sebagai tempat tidur. Hombung, tempat tidur ini menjadi tempat penyimpanan harta seperti emas, ulos, perak, atau barang pusaka lainnya. Brankas tradisional yang terbuat dari kayu ini tidak dimiliki oleh seluruh anggota keluarga dan hanya kepala rumah tangga yang dipercaya untuk menjaga harta pusaka keluarga.

Keterikatan Hombung dan Keseimbangan Alam

Pada zaman saat masyarakat Batak masih menggunakan hombung sebagai brankas penyimpan barang pusaka, terdapat ritual martondi hau yang dilakukan sebelum membuat hombung. Tondi adalah roh dan hau artinya kayu, yang berarti masyarakat Batak mempercayai bahwa hutan memiliki kekuatan sehingga kelestarian hutan harus dijaga. Oleh karena itu, sebelum menebang pohon masyarakat Batak akan melakukan ritual untuk meminta izin kepada hutan dengan melakukan maningkir ari atau menentukan hari baik. Datu atau dukun dan partisipan ritual akan mempersembahkan sesajen berupa jeruk purut, telor ayam, dan kue yang terbuat dari tepung beras yang diberikan dengan menyampaikan tonggo-tonggo atau doa-doa. Tidak hanya mempersembahkan sesajen saja, datu juga akan memperhatikan beberapa hal sebelum menebang pohon. Pohon yang dililiti oleh tanaman sulur tidak akan ditebang dan datu akan melihat bagaimana keadaan tunas pohon yang diinginkan, hal ini berguna untuk mempersiapkan adanya tunas yang dapat menjadi pengganti pohon yang akan ditebang. Pihak penebang pohon juga akan memperhatikan pohon-pohon kecil di sekitar pohon yang akan ditebang agar tidak tertimpa atau bahkan rusak. Jika hal-hal tersebut telah aman maka pohon yang akan ditebang perlu diusap dan binatang yang menempel di pohon akan disingkirkan terlebih dahulu. Setelah pohon roboh maka kue dari tepung beras tersebut akan oleh diletakkan di tungkul bekas penebangan. Pada bagian depan kayu akan diletakkan bonang manalu atau tiga benang berwarna yaitu hitam, putih, dan merah. Kayu yang sudah ditebang akan dibawa pihak laki-laki dan para perempuan akan menyerukan hinsat hinsat yang berarti ‘bangkit’ sambil mengibaskan ulos.

Rangkaian ritual ini memang sudah jarang dilakukan oleh masyarakat Batak hari ini, namun masih dilakukan jika terkait dengan penebangan pohon. Hal ini dilakukan berdasarkan dengan keyakinan kosmologis masyarakat Batak tentang pentingnya keseimbangan alam dan pentingnya hutan bagi masyarakat Batak. Meminta izin kepada leluhur di hutan juga bertujuan agar nantinya masyarakat tidak terkena musibah dan pohon yang ditebang dapat menjadi berkat bagi siapapun yang menggunakannya. Hombung biasanya menggunakan ornamen ukiran yang detail yang bertujuan untuk menunjukkan identitas budaya Batak sekaligus menjadi cermin tentang keindahan dan kearifan lokal. Ukiran yang ada di hombung juga menjadi lambang perlindungan dan keharmonisan.

Menariknya, untuk membuka brankas ini juga memiliki ritual khusus. Mangungkap hombung adalah tata cara untuk membuka hombung atau untuk mengambil sebagian isi hombung. Jika seorang ibu telah meninggal dalam status saur matua (seluruh putra putrinya telah menikah dan ia telah memiliki cucu) maka ritual membuka hombung dapat dilakukan setelah almarhum telah diantarkan ke pemakaman. Yang berhak mendapatkan sebagian isi hombung adalah anak saudara laki-laki yang telah meninggal. Akan tetapi di masa modern ini, pihak anak dari almarhum hanya sebatas menyerahkan sejumlah uang (berdasarkan kemampuan ekonominya) dengan ikhlas kepada keluarga saudara laki-laki ibunya.

Konsep Multifungsi Hombung Pada Produk Furniture Masa Kini

Secara tidak langsung, masyarakat Batak Tradisional telah menerapkan konsep multifungsi pada Hombung. Ditunjukkan pada fungsi penggunaan daripada Hombung sendiri, brankas yang dapat dijadikan tempat tidur. Jika ditarik ke masa sekarang, konsep serupa juga diterapkan pada produk-produk furniture multifungsi. 

Seperti produk Uwitan Alana Bed Series ini, yang memiliki konsep hampir serupa dengan Hombung. Ketika tempat tidur dilengkapi dengan 3 (tiga) laci di bagian bawah yang digunakan untuk memaksimalkan penyimpanan barang di dalam kamar tidur. Jenis tempat tidur yang cocok dipakai di kamar tidur berukuran mungil, dengan space yang minim. Baju, seprai, selimut, atau perlengkapan sekolah dan kerja dapat disimpan di dalamnya.

Tidak hanya tempat tidur, produk bench atau bangku panjang juga menggunakan gaya serupa. Konsep ini ada pada produk Uwitan yang bernama Fitrit Bench. Terdapat pintu buka-tutup di bagian tempat duduknya dengan space luas. Kalau Hombung diperuntukkan untuk penyimpanan harta dan pusaka, Fitrit Bench cocok digunakan untuk penyimpanan sepatu, tas, hingga payung. 

Masih banyak barang-barang peninggalan masa lalu dengan perjalanan historis yang unik. Hingga bahkan, menjadi cikal-bakal terciptanya barang-barang masa kini yang kita gunakan dalam keseharian. Kira-kira, produk furniture apa lagi yang menggunakan konsep multifungsi layaknya Hombung?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *